Jumat, 21 Mei 2010

Do'a Penawar Hati Duka

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، ابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّيْ.

(Allahumma innî 'abduka, ibnu 'abdika, ibnu amatika, nâshiyatî biyadika, mâdhin fiyya hukmuka, 'adlun fiyya qadhâuka, asaluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka au anzaltahu fî kitâbika, au 'allamtahu ahadan min kholqika, au ista'tsarta bihi fî 'ilmi al-Ghoibi 'indaka, an taj'ala al-Qur'ana robî'a qolbî, wa nûro shodrî, wa jalâa huznî, wa dzahâba hammî)

Do'a Sholat Istikharah

اللَّهُمَّ إنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَاَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ العَظِيْم ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلَّامُ الغُيُوْب . اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ - وَيُسِمي حَاجَتَه - خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةُ أَمْرِيْ فَاقْدُرْهُ لِيْ ، وَيَسِّرْهُ لِيْ ، ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ . وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وِمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةُ أَمْرِيْ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِيْ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ " )) . (البخاري)

(Allahumma innî asta'khiruka bi 'ilmika, wa astaqdiruka biqudrotika, wa asaluka min fadhlika al-'Azhîm, fainnaka taqdiru wa lâ aqdiru, wa ta'lamu wa lâ a'lamu, wa anta 'allâmulguyûb. Allahumma in kunta ta'lamu ana hadza al-Amra- yusammma hajatahu- khoirun lî fî dînî wa ma'âsyî wa 'âqibatu amrî faqdurhu lî, wa yassirhu lî, tsumma bârik lî fîhi. Wa inkunta ta'lamu anna hâdza al-Amra syarrun lî fî dînî wa ma'âsyî wa 'âqibatu amrî 'âjilihi wa âjilihi fashrifhu 'annî washrifnî 'anhu, waqdurlî al-khoiro haitsu kâna tsumma ardhinî bihi)

Ya Allah, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu, dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Maha Kuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (disebutkan masalahnya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku –atau Nabi _ bersabda “di dunia atau di akhirat“- takdirkanlah untukku, mudahkan-lah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku “(HR. Bukhori)

Kemuliaan Perempuan

Perempuan, topik yang selalu menarik untuk dibicarakan, sekaligus menyedihkan. Menarik, karena perbincangan ini berkenaan langsung dengan diri kita sebagai manusia yang secara biologis tercipta sebagai laki-laki dan perempuan. Menyedihkan, karena secara empiris-sosiologis tidak bisa dinafikan masih ada ketidakadilan sosial yang terjadi terhadap perempuan. Dan ketidakadilan ini barang kali merupakan ketidakadilan tertua dalam sejarah manusia.

Belum lama kita memperingati hari kartini. Sosok perempuan lembut dan cerdas yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Sungguh perjuangan yang tidak mudah dan harus diapresiasi meski dalam perkembangannya, dengan mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM), ide persamaan hak sering dipahami secara serampangan oleh sekelompok orang sehingga sulit membedakan mana pembela perempuan sejati yang menjunjung tinggi perempuan sesuai kodratnya dan mana feminisme.

Namun demikian, yang harus lebih kita sadari adalah bahwa jauh sebelum Kartini lahir sudah ada seorang manusia sempurna yang begitu gigih dan memiliki peranan yang sangat penting dalam perjuangan untuk mengangkat derajat kaum perempuan. Meski ia bukan seorang perempuan, namun perjuangannya membuktikan betapa Islam menghargai dan memuliakan seorang perempuan. Ya, dialah Muhammad saw. Penyebutan ibu tiga kali dan ayah satu kali bukannya tanpa arti, namun tersirat makna bahwa yang lebih diutamakan untuk dihargai adalah ibu, bukan berarti pula tidak menghormati ayah.

Rumi dalam Mastnawinya menegaskan bahwa sosok perempuan, karena kemuliaan dan qodratinya, mampu membiaskan “bayang-bayang” Tuhan di semesta ini, yang oleh Ibnu Arabi disebut sebagai alam mikrokosmos (al-alam al-shaghir). Dalam diri perempuan tercermin bagian-bagian dari jagad raya atau makrokosmos ini. Oleh karena itu untuk meningkatkan derajat kewalian para sufi ahli ma’rifat, salah satu caranya adalah dengan mencintai dan menyayangi perempuan (Murata, 2000: 249).